Jumat, 19 Agustus 2016

Perjanjian Hudaibiyah


BERKEMBANGNYA Islam sampai ke seluruh penjuru dunia, dan tetap bertahan sampai zaman sekarang ini, salah satu faktornya adalah kecerdasan sang pembawa risalah tersebut, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah tokoh dengan karakter yang paling hebat. Bahkan Michael J Hart yang non muslim pun menempatkan beliau di urutan teratas dalam daftar 100 orang terhebat dalam buku karyanya. Salah satu bukti kehebatan Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa terjadinya Perjanjian Hudaibiyah, atau Shulhul Hudaibiyah.

Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Kaum Muslimin Madinah, dalam hal ini dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW, dengan kaum musyrikin Mekah. Ini terjadi pada tahun ke-6 setelah beliau hijrah dari Mekah ke Madinah. Perjanjian ini terjadi di Lembah Hudaibiyah, berada di pinggiran Kota Mekah. Pada saat itu rombongan Kaum Muslimin yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW hendak melakukan ibadah Haji. Namun mereka dihalang- halangi masuk ke Mekah oleh Suku Quraisy, penduduk Mekah.
Maka setelah terjadi negosiasi beberapa waktu, kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perjanjian damai. Sebelum terjadinya Perjanjian Hudaibiyah ini, Kaum Musyrikin Mekah bersama- sama dengan Kaum Yahudi Khaibar, dan suku- suku lain di sekitar Arab yang masih musyrik menyerang Madinah. Ini dikenal dengan peristiwa Perang Ahzab atau Perang Khandaq. Usaha penyerangan tersebut gagal total dikarenakan mereka terhalang oleh benteng yang dibuat oleh Kaum Muslimin berupa parit. Serta berkat bantuan dari Allah SWT beruapa badai yang sangat dingin yang menerpa pasukan musyrikin tersebut. Perang ini dipandang sebagai akhir dari usaha Kaum Musyrikin Mekah untuk memerangi Kaum Muslimin Madinah.
Sedangkan isi dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut menurut riwayat, intinya adalah:
  1. Gencatan senjata antara Mekah dengan Madinah selama 10 tahun.
  2. Bagi penduduk Mekah yang menyeberang ke Madinah tanpa izin walinya harus dikembalikan ke Mekah.
  3. Bagi penduduk Madinah yang menyeberang ke Mekah tidak boleh kembali ke Madinah.
  4. Bagi penduduk selain Mekah dan Madinah, dibebaskan memilih untuk berpihak ke Mekah atau Madinah.
  5. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya harus meninggalkan Mekah.
  6. Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya dipersilahkan kembali lagi ke Mekah setahun setelah perjanjian itu, dan akan dipersilahkan tinggal selama 3 hari dengan syarat hanya membawa pedang dalam sarungnya (maksudnya membawa pedang hanya untuk berjaga- jaga, bukan digunakan untuk menyerang). Dalam masa 3 hari itu kaum Quraisy (Mekah) akan menyingkir keluar dari Mekah.
Sekilas isi perjanjian tersebut sama sekali tidak menguntungkan bagi Kaum Muslimin, dan hanya menguntungkan kaum Quraisy Mekah. Ini bisa kita cermati satu persatu isinya:
  1. Gencatan senjata sudah tidak diperlukan oleh Kaum Muslimin, mengingat setelah Perang Ahzab/ Khandaq, Kaum Quraisy sudah putus asa dalam memerangi Kaum Muslimin. Dan itu dibuktikan bahwa mereka tidak berani memerangi Kaum Muslimin yang hendak datang ke Mekah.
  2. Jika penduduk Mekah tidak boleh menyeberang ke Madinah, jelas jumlah Kaum Muslimin tidak akan bertambah, sedangkan Kaum Quraisy tidak akan melemah.
  3. Jika penduduk Madinah yang pergi ke Mekah tidak diperbolehkan untuk kembali ke Madinah, tentu warga Madinah akan berkurang.
  4. Poin ini bisa disebut imbang.
  5. Kaum Muslimin yang sudah capek- capek menempuh perjalanan harus pulang tanpa tercapai tujuannya yaitu berhaji. Ini tentu sangat mengecewakan mereka. Ditambah lagi sebelumnya Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan bahwa beliau bermimpi memasuki Mekah bersama- sama Kaum Muslimin dengan aman, dan mimpi beliau pasti terjadi. Jika ternyata apa yang beliau ucapkan tidak menjadi kenyataan, tentu akan menjadi pukulan bagi mereka. Terlebih berita tersebut sudah menyebar di kalangan kaum munafiq dan Kaum Yahudi. Jika mereka tahu, tentu Nabi Muhammad SAW dan Kaum Muslimin akan menjadi bahan ejekan oleh mereka.
  6. Diperbolehkannya untuk kembali lagi, dan hanya tinggal selama 3 hari, maka waktu 3 hari ini tidak cukup untuk melaksanakan ibadah Haji. Apalagi tidak diperkenankan menghunus pedang, maka ini adalah hal yang sangat merugikan.
Pada saat itu kondisi psikis Kaum Muslimin sangat tertekan. Mereka tidak percaya bahwa pemimpin mereka yang sangat cerdas mau menerima perjanjian itu begitu saja. Bahkan Umar bin Khattab r.a sempat memprotes secara halus tentang isi perjanjian ini. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW memerintahkan Kaum Muslimin untuk menyembelih hewan kurban yang telah mereka siapkan sebagai tanda berakhirnya ibadah Haji, tidak ada satupun yang melaksanakannya karena rasa heran lebih menguasai pikiran mereka.
Kalaulah bukan karena usul Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad SAW, mungkin mereka akan tetap terpaku dalam keadaan seperti itu.
Namun ternyata Nabi Muhammad SAW mempunyai pandangan yang orang lain tidak mampu menangkapnya. Dan hal ini tidak pernah beliau beri tahukan kepada sahabat- sahabat beliau, bahkan kepada Abu Bakar r.a dan Umar r.a. Ini beliau lakukan demi menjaga rahasia strategi beliau. Maka beliau membiarkan para sahabat dan Kaum Muslimin dalam keadaan seperti itu. Ternyata, setelah kemenangan Islam terjadi, kita bisa mengambil pelajaran bahwa paling tidak ada 2 hal penting yang beliau ambil dari Perjanjian Hudaibiyah tersebut:
Perjanjian ini ditandatangani oleh Kaum Quraisy dengan Suhail bin Amr sebagai wakilnya. Suku Quraisy adalah suku paling terhormat di daerah Arab, sehingga siapapun akan menghormati apa yang mereka tentukan. Dengan penandatanganan perjanjian ini, maka Madinah diakui sebagai suatu daerah yang mempunyai otoritas sendiri. Jika Suku Quraisy telah mengakui, maka suku- suku lain pun pasti mengakuinya.
Dengan perjanjian ini, maka pihak Quraisy (Mekah) memberi kekuasaan kepada Madinah untuk menghukum mereka jika menyalahi perjanjian tersebut. Ternyata sangat hebat konsekuensi dari perjanjian ini. Kaum Muslimin Madinah yang tadinya dianggap bukan apa- apa, sejak perjanjian itu dibuat bisa menghukum suku yang paling terhormat di Arab. Perlu diketahui bahwa Islam melarang memerangi suatu kaum atau seseorang tanpa orang atau kaum tersebut melakukan kesalahan. Ini bisa dilihat dalam Al Qur’an Surat Al Hajj ayat 39- 40.
Maka dengan keuntungan yang didapat dari Perjanjian Hudaibiyah itu, Nabi Muhammad berusaha mengukuhkan status Madinah dengan cara mengutus berbagai utusan kepada pemimpin negara- negara tetangga, diantaranya Mesir, Persia, Romawi, Habasyah (Ethiopia), dan lain- lain. Selain itu beliau juga menyebar pendakwah untuk menyebarkan Agama Islam.
Kemudian dengan dijaminnya Quraisy tidak akan memusuhi Kaum Muslimin, maka Kaum Muslimin bisa dengan leluasa menghukum Kaum Yahudi Khaibar yang telah mendalangi penyerangan terhadap Kaum Muslim Madinah dalam Perang Ahzab/ Khandaq. Ini yang beliau lakukan sehingga Kaum Yahudi pun di kemudian hari tidak berani lagi mengganggu Madinah.
Dalam pada itu, Nabi Muhammad SAW tahu betul karakter orang- orang Mekah. Beliau yakin bahwa mereka akan melanggar perjanjian itu sebelum masa berlakunya selesai. Dan itu benar- benar terjadi. Maka ketika Bani Bakr yang menyatakan berpihak kepada Quraisy dan didukung beberapa tokoh Quraisy diantaranya Ikrima bin Abu Jahal menyerang Bani Khuza’ah yang menyatakan memihak Madinah, Nabi Muhammad segera menyiapkan rencana untuk menghukum Kaum Quraisy. Dan pada akhirnya, terjadilah penaklukan Mekah tanpa perlawanan berarti dari penduduk Mekah.
Maka tepatlah ketika Kaum Muslimin kembali dari Hudaibiyah, dalam perjalanan turun Surat Al Fath (Kemenangan)….
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِينًا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”.
Allahu a’lam bishshawab.

 [Sumber: Manjanique]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bekerja Bersama Ciptakan Perjalanan Ceria #UbahJakarta

Binggung, tranportasi apa yang tepat untuk di pakai dari Pademangan menuju  Sawangan, Depok?. Jarak tempuh yang cukup jauh dan riskan ma...